Perbedaan Obligasi Biasa dan Obligasi Berkelanjutan
Perbedaan Obligasi Biasa dan Obligasi Berkelanjutan - Memasuki bulan Februari, penerbitan obligasi mulai ramai
Baik penerbitnya pemerintah maupun korporasi. Penerbitan pada awal tahun dalam jumlah yg relatif besar disebut juga Front Loading
Utk korporasi ada 2 yaitu Obligasi “biasa” dan Obligasi Berkelanjutan
Perbedaan Obligasi Biasa dan Obligasi Berkelanjutan
Apa bedanya?
Contoh sebagai berikut
Obligasi “biasa”
Obligasi I Angkasa Pura I Tahun 2016 Seri B
Obligasi Berkelanjutan
Obligasi Berkelanjutan I Angkasa Pura I Tahap I Tahun 2021 Seri A
Keduanya sama2 diterbitkan PT. Angkasa Pura I, yg membedakan di kata “Berkelanjutan”
Penerbitan obligasi sama seperti IPO saham
Kalau saham, perusahaan mendapatkan dana masyarakat dgn menjual kepemilikan saham
Kalau obligasi, perusahaan mendapat dana masyarakat dengan menerbitkan surat utang yg ada jatuh tempo dan bunga (kupon)
Prosesnya melalui Penawaran Umum
Penawaran IPO obligasi cukup panjang
1. Pertama perusahaan harus diperingkat oleh Perusahaan Pemeringkat Efek seperti PEFINDO
Selanjutnya, ada proses administrasi mendapatkan opini hukum, legalitas dan pendaftaran ke OJK
2. Kedua proses di atas bisa bbrp bulan hingga 1 tahun
Setelah mendapat persetujuan OJK, baru proses penawaran ke masyarakat melalui sekuritas yg menjadi underwriter (Penjamin Emisi Efek)
Proses ini juga bisa 1-3 bulan. Biasanya sekuritas sudah gerilya, sebelum pandemi, malah ada acara seperti public expose di hotel / restoran
Bisa dibayangkan, meski mendapat dana ratusan milliar hingga triliunan, proses administrasi yang harus dilalui juga tidak mudah
Belum tentu obligasinya juga laku di pasaran
Bagi yang berhasil, obligasi yg modelnya diterima sekaligus di muka memunculkan problem baru
Katakan ada proyek yg butuh modal Rp 100 M utk membangun kawasan hunian
Perinciannya Rp 30 M di tahun pertama untuk pembelian lahan dan membangun pondasi, kemudian Rp 70 M di tahun kedua utk pembangunan
Dapat pendanaan dari obligasi SEKALIGUS langsung Rp 100 M di depan
Dgn Rp 100 M di awal, berarti argo kupon obligasi sudah dihitung sejak tahun pertama, padahal dipakainya juga baru tahun kedua
Hal ini menimbulkan tambahan biaya bunga yg tidak kecil. Sementara jika penerbitan dipecah jadi 2x, proses di atas harus diulang 2x shg tidak efisien
Berbeda dgn bank yg sistemnya pakai plafon, bunga dihitung sesuai besaran kredit yg benar2 diambil, hal di atas menjadi kekurangan dari obligasi
Untuk itulah ada terobosan regulasi yaitu Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) obligasi
Dgn PUB, izin efektif OJK berlaku 2 thn
Jadi waktu izin, misalkan perusahaan mengajukan angka Rp 500 M
Selama 2 tahun, penawaran dapat dilakukan berkali-kali hingga nilai tersebut tercapai
Contoh AP1 izinnya yg konvensional hingga Rp 2.35 T, yg terbit 2021 Rp 1.73 T
Seri Sukuk Rp 1.5 T, yg terbit 2021 Rp 1 T
Dengan cara ini, perusahaan dapat menyesuaikan nilai penerbitan obligasi dengan proyeknya yang multi years
Kemudian terkadang nilai kebutuhan terlalu besar, tidak semuanya laku dalam 1 kali penerbitan
Jadi bisa dicicil beberapa kali sampai targetnya tercapai
Besaran kuponnya juga bisa disesuaikan, misalkan tahun pertama 8%. Tahun kedua karena BI Rate turun, cukup 7.5%
Scr risiko gagal bayar, pada dasarnya Obligasi dan Obligasi Berkelanjutan sama saja
Mudah2an membuat anda mengerti tentang obligasi
Semoga hari anda menyenangkan
Posting Komentar