Hidup Bersama Penderita Skizofrenia Paranoid
Hidup Bersama Penderita Skizofrenia Paranoid - Living with schizophrenia-paranoid Dad — Hello, namaku Mida. Yap sesuai judul disini aku cuma mau sedikit cerita ttg bagaimana hidup dengan seorang pengidap skizofrenia-paranoid. Ayahku telah mengidap penyakit tsb kira2 dari tahun 1988. Iya, udah 30an tahun ya lamanya?
Awalnya di masa sekolah dasar, aku pasti belum paham ttg penyakit ayahku. Setiap saat beliau ngomong dgn dirinya sendiri, yang kutau hal spt itu hanya dilakukan org gila. Dan saat itu aku begitu malu memperkenalkan ayahku ke temen2 sekolah.
Ayahku selalu mendengar bisikan dari beberapa orang, ada yang jahat dan ada yang baik. Yang jahat biasanya menyerang ketenangan batin ayah dengan cara mengancam, entah untuk membunuh ayah ataupun anak dan istrinya.
Serangan ini datang tidak setiap saat, tp saat itu terjadi, ayahku bisa teriak sejadi-jadinya sampai semua tetangga mendengar. Kala itu aku sedang duduk berkonsentrasi krn besok mau ulangan, tiba2 ayah dobrak meja lalu meneriaki aku “SETAN KAMU YA!”,
aku yang saat itu masih SD, sontak nangis ketakutan. Tidak lama setelah itu ayah memeluku sambil minta maaf “maaf ya, tadi ayah hanya dipaksa”. Kejadian seperti ini tidak hanya sekali dua kali, ini sudah jdi rutinitas dalam keluargaku.
Tidak heran kakak pertamaku menjadi orang yang extremely introvert, saat berbicara dgn orang saja dia gugup, tidak bs memandang mata lawan bicaranya sama sekali. Beberapa tahun berjalan akupun mulai cukup memahami ttg “dunia” yang ayah miliki. Saat aku di bangku SMA, aku mulai mencari tau. Aku selalu bertanya pd ibu “dari dulu udah diperiksain ke dokter?”
karna sebelumnya ibuku dan saudara2 ayah sempat beranggapan ayah disantet/kesurupan. kata Ibu dulu sudah pernah ke pskiater, hanya saja ayah gamau balik lagi krn obat yang diberi terlalu keras dan bikin jantungnya berdebar.
Ayah sering kali tidak mau mengakui penyakitnya itu, hal inilah yang membuat kami cukup sulit membujuknya untuk berobat kembali. Ketika “si jahat” ini berulah mengancam ayah, Ayah sering kali pergi ke kantor polisi untuk meminta pertolongan.
Jelas dari kantor polisi tidak menerima laporan tsb karna tidak nyata, sontak Ayah makin stress krn merasa polisi “bekerjasama” dengan si jahat.
Tahun 2014 Saat aku duduk di bangku kuliah, Ayah sering kali mengeluh ingin pulang ke kampung halamannya yaitu di Lombok. Katanya, ayah sudah tidak diperbolehkan tinggal di Yogya oleh Sri Sultan HB.
Kalau ayah tetap tinggal disini, salah satu anaknya akan dibunuh. Setiap malam ayah tidak tidur bahkan bisa sampai seminggu dia tidak tidur. Ayah teriak teriak sampi suaranya habis.
Dalam hati aku marah, kenapa aku hidup dgn keadaan seperti ini, di sisi lain aku sedih, dari teriakan ayahku, aku cukup mengerti bahwa dia menderita.
Pada akhirnya ayah dan ibu meninggalkan kami anak anaknya untuk pulang ke Lombok. Disinilah kehidupanku makin hancur. Aku terlampau sedih, sampai aku tersesat.
Buat yang penasaran pekerjaan ayah. Dia dosen di salah satu universitas negri. Bisa dibilang he’s super smart. Dl dpt beasiswa berkuliah di Saudi Arabia dan sll peringkat . Tp justru menurutku kepintarannya ini yang menjadi salah satu trigger yang membuat ayah mendapat penyakit ini.
Teman temannya pada kemana? Semenjak menderita penyakit ini, ayah menjadi unsos. Semua temannya yang berbuat baik selalu dia curigai. Contoh, temannya datang ke rumah membawa oleh-oleh.
Ketika ayah makan, perut ayah jd tidak enak. Ayah lngsung mencurigai temannya tersebut ingin membunuh ayah, padahal kenyataannya perut ayah baik-baik saja.
Hanya dr pikiran bisa langsung dia rasakan seperti hal yang nyata. Ayah memutuskan pensiun dini saat aku dibangku SMA, ini juga karna terpengaruh oleh ancaman dari “si jahat”.
Pada tahun 2016, kakak keduaku hendak melangsungkan pernikahan. Akhirnya ayah ibuku pulang ke Yogya. Rupanya pulang ke Lombok tidak membuat ayah membaik. Justru kebalikannya.
Ayah jadi semakin terbendung oleh halusinasinya. Sampai di suatu saat dia menganggap ibu adalah dalang dari semua yang “si jahat” lakukan kepada ayah.1
“MEREKA BILANG KAMU BOSNYA, SURUH BERHENTI MENGANCAM SAYA!!” begitulah kira kira teriakan ayah kpd ibu. Ibu yang selama berpuluh-puluh tahun sabar dan setia menemani ayah, akhirnya kena juga mentalnya. Ibu jadi semakin kurus, namun tidak berenti mendoakan ayah di sepertiga malam.
bersambung dulu ya ceritanya. karna sebenernya kalau cerita yang begini, jantung aku suka sambil berdebar. istirahat dulu.
Posting Komentar