Cara Menentukan Sosial Media Persona Untuk Brand Dan Lembaga
Cara menentukan sosial media persona yang tepat untuk brand dan lembaga - Setelah rame-rame tweet BMKG kemarin, banyak pertanyaan dan pro kontra yang muncul.
Apa pantes akun lembaga negara posting seperti itu? Cringe nggak sih? Seperti apa batasan akun brand dan lembaga saat bermedia sosial?
Yuk mari kita bahas bersama. Pertama, kita kembalikan dulu ke nama platformnya. "SOCIAL Media".
Namanya juga SOCIAL, jadi harus bersosialisasi dengan warganet yang lain. Media ini bukan media pengumuman satu arah seperti TV, radio dan surat kabar. Brand harus ngobrol selayaknya manusia (human to human).
Ini adalah salah satu slide yang paling sering dipakai buat ngajar. Hubungan antara brand dengan audiensnya di media sosial, panahnya dua arah.
Brand bukan cuma jualan produk aja, tapi mendengar, menjawab, dan diskusi sama audiensnya.
Di buku Marketing 4.0 (Hermawan Kartajaya & Philip Kotler) juga dijelaskan kalau di era digital ini, customer atau audiens maunya sejajar dengan brand (on par).
Brand jadi nggak boleh merasa lebih tinggi, kaku & cuma menjadikan audiens sebagai sasaran tembak promosi/informasi.
Ini juga dijelaskan di buku Digital and Social Media Marketing: A Results-driven Approach. Kuncinya adalah tahu kita siapa, tahu mereka siapa, lalu channel apa dan messagenya gimana akan menyesuaikan.
Selain @infoBMKG, sejak 2020 sudah banyak brand atau lembaga negara yang melakukan hal yang sama. Ada @DitjenPajakRI, @KemenPU, @_TNIAU, @Gerindra, @GrabID dan masih banyak lagi. Didokumentasikan dengan baik oleh @txtfrombrand.
Di luar negeri juga begitu kok.
Tujuannya apa?
1. Membat pesan diterima lebih baik (karena dikemas dengan menyenangkan)
2. Meningkatkan engagement dengan audiens
3. Meningkatkan followers growth dan website traffic
4. Membentuk citra brand
5. Promosi gratis karena pesan tersebar luas gratis
Bagaimana cara menentukan social media persona? Kita coba dengan teori Model of Communication dari Harold Lasswell.
Who: siapa kita
Says What: mau bilang apa
In Which Channel: lewat media apa
To Whom: Siapa yang mau diajak bicara
With What Effect: untuk mencapai tujuan apa?
Kita mulai dari "Who".
Setiap brand/lembaga punya brand personality dan brand values. Ini yang diturunkan jadi karakter di social media dengan batasannya.
Setelah mengenal diri kita sendiri, kita jadi tahu kita bisa dipersonifikasi seperti siapa? Dian Sastro? Dodit Mulyanto?
Coba cari satu tokoh populer yang mau kita "contek" sifatnya. Kita sepakati semua tim digital, kalau mau bikin caption ya mengikuti karakter tsb.
Berarti apakah harus lucu terus? Namanya juga manusia, pasti punya banyak sisi. Ada waktunya becanda, ada waktunya serius.
Dalam case @infoBMKG, mereka sudah mulai mengangkat anak-anak muda (ingin dipandang muda) dan merespon serial Forecasting Love and Weather yang didalam filmnya membahas BMKG Korea. Jadi relevan banget buat BMKG Indonesia.
Selanjutnya adalah Says What.
Ada "what to say" (pesan) dan "how to say" (cara menyampaikan)
Akun @DitjenPajakRI konsisten mau ngajak masyarakat bayar pajak. Caranya aja yang agak unik.
Akun @KemenPU konsisten cerita tentang lika-liku pembangunan infrastruktur.
@infoBMKG kemarin menjelaskan peran BMKG, mengajak install aplikasi dan membagikan prakiraan cuaca.
Cara menyampaikannya adalah dikemas dalam konteks Forecasting Love and Weather yang kebetulan sedang trending.
Setelah "Says What" ada "In Which Channel". Kalau @infoBMKG siaran di TVRI, pasti nggak mungkin pakai bestie-bestie dong. Nah ini channelnya di Twitter, pasti menyesuaikan budaya Twitter.
Pindah ke social media lain seperti FB misalnya, udah nggak bisa pakai treatment yang sama.
"Channel" juga berhubungan dengan "To Whom" atau kita sebut audiens kita. Kalau mau ngobrol sama anak-anak muda, ya pendekatannya harus sesuai nyambung sama gaya mereka.
Lho kan tapi di Twitter isinya nggak cuma anak muda? Kita bisa punya multiple segmentation.
Misalnya hari ini ngobrolin drakor sambil becandaan ala anak muda.
Besoknya menjelaskan prakiraan cuaca dan cara merawat rumah di musim hujan untuk dewasa muda.
Besoknya lagi pengumuman serius cuaca ekstrem untuk semua orang. Semua segmen jadi dapat bagian.
Terakhir, adalah "With What Effect". Tujuannya seperti yang dibicarakan di atas. Engagementnya jadi lebih baik dan jadinya viral.
Kenapa bisa viral? Ada emosi karena kontras antara "BMKG" yang terkesan jadul dan gaya bahasan serta topik kekinian di postingan itu. Jadinya rame.
Pertanyaannya, apakah semua brand harus segaul itu? Kembali lagi ke poin-poin diatas. Nggak harus sampai ke 10 poin "gaul banget". Bisa jadi jatuhnya maksa. Cukup 3 poin aja, "agak fleksibel dan nggak kaku".
"Mas, atasanku nggak approve kalau jadi gaul begitu."
Perubahan nggak bisa radikal, tapi kita juga nggak bisa kalau nggak berubah.
Coba persona yang pas dan disepakati semua stakeholder.
Kita tunjukkan studi kasus banyak brand yang sudah melakukan ini dan performancenya.
Demikianlah artikel tentang social media persona yang panjang ini. Semoga bermanfaat buat teman-teman yang mengelola social media brand masing-masing. Yuk bisa yuk.
Posting Komentar